PAPUA/Biak,-- kontrasNews.my.id,Terjadi Sorotan tajam dan Polemik mengenai rangkap jabatan Ibu Yubelina Marandof yang saat ini menjabat sebagai Pj Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Bidang Yankes, dan Kepala BOK Kabupaten Biak Numfor yang terus menuai perhatian publik,pada Kamis(12/06/25)
Sejumlah elemen masyarakat dan organisasi sipil menyuarakan keprihatinan dan mempertanyakan keputusan tersebut. Mereka menilai bahwa selain berisiko terhadap efektivitas kerja,penumpukan tiga jabatan strategis di satu tangan juga menimbulkan kesan eksklusivitas dalam birokrasi.
“Apakah tidak ada aparatur lain yang layak dan mampu diangkat?” ujar Ketua LSM PROJAMIN Biak Numfor,Anton Horota.“Kita punya banyak tenaga kesehatan dengan latar belakang profesional. Penunjukan satu orang untuk tiga jabatan terkesan tidak memberi ruang pada regenerasi dan pemerataan kesempatan.”
Pertanyaan ini menggugah perdebatan lebih luas soal tata kelola sumber daya manusia di lingkungan Pemkab Biak Numfor. Ketiadaan transparansi atas proses penunjukan tersebut membuat sebagian pihak menduga adanya praktik tidak lazim dalam distribusi jabatan struktural.
Lebih lanjut,muncul juga sorotan tajam Publik mengenai jenjang kepangkatan pejabat yang bersangkutan.Patut diketahui bahwa Yubelina Marandof masih berada di pangkat golongan III/c, sedangkan jabatan Kepala Dinas pada umumnya diemban oleh pejabat dengan pangkat minimal IV/a. Hal ini memicu pertanyaan tambahan dari PUBLIK.
“Apakah penempatan pejabat golongan III/c sebagai Pj Kepala Dinas tidak akan menghambat kenaikan pangkat para pejabat struktural di bawahnya yang mungkin telah berpangkat lebih tinggi?” ujar Henrry Budi S. Morin, Ketua LSM Tameng Perlindungan Rakyat Anti Korupsi (Tamperak) di Wilayah Papua.
Dalam sistem birokrasi ASN, hal tersebut bukan sekadar persoalan etika manajerial, namun juga menyangkut regulasi. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS dan Permenpan-RB No. 25 Tahun 2021 tentang Jabatan Fungsional, mewajibkan pemenuhan pangkat, kualifikasi, dan larangan rangkap jabatan kecuali dalam kondisi terbatas yang jelas dasar hukumnya.
Tidak hanya itu, rekam jejak pejabat yang bersangkutan kini turut dipertanyakan. Dalam laporan audit tahun-tahun sebelumnya, saat Ibu Yubelina Marandof menjabat sebagai penanggung jawab Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), ditemukan adanya ketidaksesuaian penggunaan dana dan indikasi ketidaktertiban administrasi, sebagaimana tercatat dalam hasil pemeriksaan internal dan eksternal Dinas Kesehatan. Walau belum ada proses hukum yang menjerat, publik mempertanyakan mengapa figur yang memiliki catatan temuan anggaran justru diberi kepercayaan memegang posisi strategis di tingkat kabupaten.
“Kalau pejabat yang sebelumnya ada temuan dalam pengelolaan dana BOK saja bisa diangkat jadi Kepala Dinas, maka kapan birokrasi kita akan bersih?” ungkap salah satu anggota Forum Peduli Pelayanan Kesehatan Biak yang enggan disebut namanya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi dari Pemerintah Daerah maupun Inspektorat Kabupaten terkait dari temuan tersebut dan pertimbangan pengangkatan pejabat bersangkutan. Masyarakat kini menanti transparansi dan ketegasan dari Bupati Biak Numfor terkait polemik yang dianggap semakin mereduksi kepercayaan publik terhadap reformasi birokrasi.
Liputan khusus:*Henrry Morin*


